Selasa, 29 November 2016

ushul fiqh



A. Pengertian Istihsan, macam-macam Istihsan, dasar hukum Istihsan
1.      Pengertian Istihsan
Menurut bahasa artinya mengangap sesuatu itu baik, memperhitungkan sesuatu itu lebih baik, adanya sesuatu itu lebih baik, mengikuti sesuatu yang lebih baik, atau mencari yang lebih baik untuk diikuti, karena memang disuruh untuk itu.
Sedangkan menurut istilah ulama ushul fikih adalah berpalingnya seorang mujtahid dari tuntutan qiyas yang jali (nyata) kepada tuntutan qiyas yang khafy (samar) atau dari hukum kulli (umum) kepada hukum istitsnaiy (pengecualian) ada dalil yang menyebabkan dia mencela akalnya dan memenangkan perpalingan ini.
2.      Macam-macam Istihsan
Ulama Hanafiyah membagi Istihsan kepada enam macam :
a)             Istihsan bi an-nash
Istihsan berdasarkan ayat atau hadits maksudnya ada ayat atau hadits tentang hukum suatu khusus yang berbeda dengan ketentuan kaidah umum. 
b)             Istihsan al-ijma
Meninggalkan qiyas pada suatu masalah karena telah terjadi ijma’ yang menyalahi qiyas itu atau Istihsan bedasarkan kepada ijma’.
c)            Istihsan bi al-qiyas al-khafy
Yaitu memalingkan suatu masalah dari ketentuan hukum qiyas yang jelas kepada ketentuan hukum qiyas yang samar, tetapi keberadaannya lebih kuat dan lebih tepat untuk diamalkan.
d)             Istihsan bi al-mashlahah
Istihsan berdasarkan kemaslahatan.
e)              Istihsan bi al-’urf
Istihsan berdasarkan adat kebiasaan yang berlaku umum yaitu penyimpangan hukum yang berlawanan dengan ketentuan qiyas, karena adanya urf yang sudah dipraktekkan dan sudah dikenal dalam kehidupan
f)                Istihsan bi adh-dharurah
Istihsan berdasarkan keadan darurat. Artinya ada keadaan-keadaan darurat yang menyebabkan seorang mujtahid tidak memberlakukan kaidah umum atau qiyas.
3.      Dasar Hukum Istihsan
Para ulama menjelaskan bahwa istihsan terdapat tiga sumber hukum yaitu Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’.
Dasar-dasar istihsan dalam Al-Qur’an adalah firman Allah dalam surat Az-Zumar:18
artinya :”Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.”
Maksudnya ialah mereka yang mendengarkan ajaran-ajaran Al-Qur’an dan ajaran-ajaran yang lain, tetapi yang diikutinya ialah ajaran-ajaran Al-Qur’an karena ia adalah yang paling baik.
Adapun diantara As-Sunnah yang dijadikan dasar adalah sabda nabi Muhammad SAW. Sesuatu yang menurut umat islam baik, adalah baik pula disisi Allah.
Ada pula diantara ulama yang menjadikan menjadikan istihsan sebagai hujjah menjadikan ijma’ sebagai dasar. Salah satunya ialah lupa makan tidak membatalkan puasa ramadhan.

B.  PengertianIjtihad
1.      Ijtihad Menurut Arti Kata (Etimologi)
Ijtihad diambil dari akar kata dalam bahasa Arab “jahada”. Bentuk kata mashdar-nya ada dua bentuk yang berbeda artinya:
a.       Jahdun dengan arti kesungguhan atau sepenuh hati atau serius.
b.      Juhdun dengan arti kesanggupan atau kemampuan yang didalam nya terkandung arti sulit,berat dan susah.
2.       Ijtihad Menurut Istilah Teknis Hukum (Definisi)
a. Iman Al-Syaukani dalam kitabnya Irsyad al-Fuhuli memberikan definisi:
Mengerahkan kemampuan dalam memperoleh hokum syar’i yang bersifat amali melalui cara istinbath.
Dalam definsi ini digunakan kata bazlu al was’i untuk menjelaskan bahwa ijtihad itu adalah usaha besar yang memerlukan pengarahan kemampuan.


b. Ibnu Subki memberikan definisi sebagai berikut:
Pengerahan kemampuan seorang faqih untuk menghasilkan dugaan kuat tentang hukum syar’i Saifuddin al-Amidi dalam bukunya Al-Ihkam, menyempurnakan dua definsi sebelumnya dengan penambahan kata :
-          Definisi al-Amidi itu selengkapnya adalah :
Pengerahan kemampuan dalam memperoleh dugaan kuat tentang sesuatu dari hukum syara’ dalam bentuk yang dirinya merasa tidak mampu berbuat lebih dari itu.
3.  Hukum Berijtihad
Hukum berijtihad seorang faqih dapat dilihat dari dua segi:
 Pertama: Dari segi hasil ijtihadnya itu adalah untuk kepentingan yang diamalkannya sendiri, seperti menentukan arah kiblat pada waktu akan melakukan shalat.
Kedua:Dari segi bahwa mujtahd itu adalah seorang mufti yang fatwanya akan diamalkan oleh umat atau pengikutnya.
4.  Unsur Pokok dalam Ijtihad
a.       Orang yang melakukan ijtihad yang disebut mujtahid.
b.      Dugaan kuat tentang hukum Allah yang terdapat dalam petunjuk yang menjadi sasaran ijtihad yang disebut mujtahid
Adapun syarat-syarat mujtahid antara lain:
1.      Mengatahui segala ayat dan sunnah yang berhubungan dengan hukum.
2.      Mengetahui masalah-masalah yang telah di ijma’kan oleh para ahlinya.
3.      Mengetahui nasikh mansukh.
4.      Mengetahui dengan sempurna bahasa Arab dan ilmu-ilmunya.
5.      Mengetahui Ushulfikih
6.      Mengetahui Asrarusysyari’ah (rahasia tasyri’)
7.      Mengetahui Qawaidulfiqh  (kaidah-kaidah fikih yang kulliyah yang di istinbath-kan dan dalil-dalil kulli dan maksud-maksud syar’i)




5.  Macam-MacamIjtihad
a. Ijtihad (lapangan)
Secara umum ijtihad adalah pencapaian atau penggalian hukum-hukum syara’ (al-ahkam asy-syar’iyyah) yang tidak ditegaskan oleh nash baik Al-qur’an ataupun hadits.
b. Ijtihad Bayani
Ijtihad Bayani adalah menjelaskan hukum-hukum syar’iyyah dari nash-nash syar’i (yang memberi syariat yang menentukan syariat) atau ijtihad untuk menemukan hukum yang terkandung dalam nash, namun sifatnya zhanni, baik dari segi ketepatannya maupun dari segi penunjukkannya.
c.  Ijtihad Fardi
Setiap ijtihad yang dilakukan oleh seorang atau beberapa orang, tidak ada keterangan
bahwa seluruh mujtahid yang lain menyetujuinya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar