A. Pengertian Istihsan, macam-macam Istihsan, dasar hukum
Istihsan
1.
Pengertian
Istihsan
Menurut bahasa artinya
mengangap sesuatu itu baik, memperhitungkan sesuatu itu lebih baik, adanya
sesuatu itu lebih baik, mengikuti sesuatu yang lebih baik, atau mencari yang
lebih baik untuk diikuti, karena memang disuruh untuk itu.
Sedangkan menurut istilah ulama
ushul fikih adalah berpalingnya seorang mujtahid dari tuntutan qiyas yang jali
(nyata) kepada tuntutan qiyas yang khafy (samar) atau dari hukum kulli (umum)
kepada hukum istitsnaiy (pengecualian) ada dalil yang menyebabkan dia mencela
akalnya dan memenangkan perpalingan ini.
2.
Macam-macam
Istihsan
Ulama Hanafiyah membagi
Istihsan kepada enam macam :
a)
Istihsan
bi an-nash
Istihsan berdasarkan ayat atau hadits maksudnya ada ayat
atau hadits tentang hukum suatu khusus yang berbeda dengan ketentuan kaidah
umum.
b)
Istihsan
al-ijma
Meninggalkan
qiyas pada suatu masalah karena telah terjadi ijma’ yang menyalahi qiyas itu
atau Istihsan bedasarkan kepada ijma’.
c)
Istihsan
bi al-qiyas al-khafy
Yaitu memalingkan suatu masalah dari ketentuan hukum
qiyas yang jelas kepada ketentuan hukum qiyas yang samar, tetapi keberadaannya
lebih kuat dan lebih tepat untuk diamalkan.
d)
Istihsan
bi al-mashlahah
Istihsan berdasarkan kemaslahatan.
e)
Istihsan
bi al-’urf
Istihsan berdasarkan adat kebiasaan yang berlaku umum
yaitu penyimpangan hukum yang berlawanan dengan ketentuan qiyas, karena adanya
urf yang sudah dipraktekkan dan sudah dikenal dalam kehidupan
f)
Istihsan bi adh-dharurah
Istihsan berdasarkan keadan darurat. Artinya ada
keadaan-keadaan darurat yang menyebabkan seorang mujtahid tidak memberlakukan
kaidah umum atau qiyas.
3.
Dasar Hukum
Istihsan
Para ulama menjelaskan bahwa istihsan terdapat tiga
sumber hukum yaitu Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’.
Dasar-dasar istihsan dalam Al-Qur’an adalah firman Allah
dalam surat Az-Zumar:18
artinya :”Yang
mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka
itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah
orang-orang yang mempunyai akal.”
Maksudnya ialah mereka yang mendengarkan ajaran-ajaran
Al-Qur’an dan ajaran-ajaran yang lain, tetapi yang diikutinya ialah
ajaran-ajaran Al-Qur’an karena ia adalah yang paling baik.
Adapun diantara As-Sunnah yang dijadikan dasar adalah
sabda nabi Muhammad SAW. Sesuatu yang menurut umat islam baik, adalah baik pula
disisi Allah.
Ada pula diantara ulama yang menjadikan menjadikan
istihsan sebagai hujjah menjadikan ijma’ sebagai dasar. Salah satunya ialah
lupa makan tidak membatalkan puasa ramadhan.
B. PengertianIjtihad
1. Ijtihad Menurut Arti Kata (Etimologi)
Ijtihad diambil dari akar kata dalam bahasa Arab “jahada”.
Bentuk kata mashdar-nya ada dua bentuk yang berbeda artinya:
a. Jahdun dengan arti kesungguhan atau sepenuh hati atau serius.
b. Juhdun dengan arti kesanggupan atau kemampuan yang didalam nya
terkandung arti sulit,berat dan susah.
2. Ijtihad Menurut Istilah Teknis Hukum (Definisi)
a. Iman Al-Syaukani dalam kitabnya Irsyad al-Fuhuli memberikan definisi:
Mengerahkan kemampuan dalam memperoleh hokum syar’i yang bersifat amali melalui cara istinbath.
Dalam definsi ini digunakan kata bazlu
al was’i untuk menjelaskan bahwa ijtihad itu adalah usaha besar yang memerlukan pengarahan kemampuan.
b. Ibnu Subki memberikan definisi sebagai berikut:
Pengerahan kemampuan seorang faqih untuk menghasilkan dugaan kuat tentang hukum syar’i Saifuddin al-Amidi dalam bukunya Al-Ihkam,
menyempurnakan dua definsi sebelumnya dengan penambahan kata :
-
Definisi al-Amidi itu selengkapnya adalah :
Pengerahan kemampuan dalam memperoleh dugaan kuat tentang sesuatu dari hukum syara’ dalam bentuk yang dirinya merasa tidak mampu berbuat lebih dari itu.
3. Hukum Berijtihad
Hukum berijtihad seorang faqih dapat dilihat dari dua segi:
Pertama: Dari segi hasil ijtihadnya itu
adalah untuk kepentingan yang diamalkannya sendiri, seperti menentukan arah
kiblat pada waktu akan melakukan shalat.
Kedua:Dari segi bahwa mujtahd itu adalah seorang mufti yang
fatwanya akan diamalkan oleh umat atau pengikutnya.
4. Unsur Pokok dalam Ijtihad
a. Orang
yang melakukan ijtihad yang disebut mujtahid.
b. Dugaan kuat tentang hukum Allah yang
terdapat dalam petunjuk yang menjadi sasaran ijtihad yang disebut mujtahid
Adapun syarat-syarat mujtahid antara lain:
1.
Mengatahui segala ayat dan sunnah yang berhubungan dengan hukum.
2.
Mengetahui masalah-masalah yang
telah di ijma’kan oleh
para ahlinya.
3.
Mengetahui nasikh mansukh.
4.
Mengetahui dengan sempurna bahasa Arab dan ilmu-ilmunya.
5.
Mengetahui Ushulfikih
6.
Mengetahui Asrarusysyari’ah
(rahasia tasyri’)
7.
Mengetahui Qawaidulfiqh (kaidah-kaidah fikih yang kulliyah
yang di istinbath-kan dan dalil-dalil kulli dan maksud-maksud syar’i)
5. Macam-MacamIjtihad
a. Ijtihad (lapangan)
Secara umum ijtihad adalah pencapaian atau penggalian hukum-hukum syara’ (al-ahkam asy-syar’iyyah) yang
tidak ditegaskan oleh nash baik Al-qur’an ataupun hadits.
b. Ijtihad Bayani
Ijtihad Bayani
adalah menjelaskan hukum-hukum syar’iyyah dari nash-nash syar’i (yang memberi
syariat yang menentukan syariat) atau ijtihad untuk menemukan hukum yang
terkandung dalam nash, namun sifatnya zhanni, baik dari segi ketepatannya
maupun dari segi penunjukkannya.
c.
Ijtihad Fardi
Setiap ijtihad yang dilakukan oleh seorang atau beberapa orang, tidak ada keterangan
bahwa seluruh mujtahid yang lain
menyetujuinya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar