BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sebelum membicarakan tentang konsep pemerintahan
Nabi Muhammad SAW,maka terlebih dahulu dijelaskan tentang praktek ketatanegaraan
Zaman Nabi Muhammad Saw yang akan dijelaskan dalam bagian ini melihat secara
keseluruhan periode kenabian yaitu masa Mekkah dan masa Madinah .
Sebagaimana
diketahui dalam sejarah, Nabi menyebarkan agama islam di mekkah selama 10 tahun
,sedangkan di madinah 13 tahun.didalam masa mekkah nabi menggunakan pendekatan
sosial-kultural,sedangkan di masa madinnah nabi menggunakan sosial –politik.
Dua pendekatan ini memang masih sangat debatable,tetapi jika ditelusuri dari
bukti-bukti sejarah menunjukan bahwa dua pendekatan tersebut menjadi petunjuk
bagi kita untuk mengamati babakan sejarah lahirnya sebuah Negara dengan Nabi
sebagai pemimpin.selain itu juga dalam masa kepemimpinan Nabi Muhammad Saw juga
terjadi beberapa hal baik itudalam hal prinsip ataupun yang lainnya .
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
sejarah pemerintahan Nabi Muhammad SAW ?
2. Apa
saja bukti-bukti pemerintahan Nabi Muhammad SAW ?
3. Apa
saja prinsip dan dasar dalam kepemimpinan Nabi Muhammad SAW ?
4. Sebutkan
faktor-faktor keberhasilan kepemimpinan Nabi Muhammad SAW ?
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian
ketatanegaraan
adalah tata kelola kepimimpinan pemerintah dalam mengatur keorganisasian
negara.
Pemerintahan
pada masa Nabi Muhammad saw, merupakan realita kehidupan ummat Islam
sepanjang perjalanan politik Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Al-Sunnah
bagi masyarakat Madinah yang plural dan menerima agama baru (Agama Islam) yang
dibawa oleh Nabi saw yang pada waktu itu belum mempunyai tempat atau wilayah
yang bisa mengendalikan kepemimpinan syariat Islam. Kondisi seperti ini sangat
tidak menguntungkan bagi perjuangan Nabi saw yang kemudian lahir sebuah
kebijakan-kebijakan Nabi yang sangat strategis diantaranya tentang perintah
hijrah ke Habsah, mengadakan kerjasama dengan suku-suku diluar Makkah,
melahirkan bai’at, melindungi orang-orang yang tertindas dan mengupayakan
kesejahteraan.
Realita politik Madinah merupakan rangkaian strategis yang berimplikasi
pada masyarakat Islam yang menerima perubahan-perubahan positif diantaranya:
Pertama, Ikatan daerah atau wilayah, Dari sini Madinah merupakan tempat tinggal
bagi ummat Islam. Kedua, jiwa kemasyarakatan, artinya dengan pemikiran dari
ummat Islam Madinah dapat dipersatukan untuk
tujuan yang sama. Ketiga, domonasi politik, hal ini terjadi karena keterlibatan
ummat Islam secara langsung berperan dalam urusan-urusan politik.[1]
Setelah hijrah ke Madinah,
Nabi mengambil prakarsa mendirikan lembaga pendidikan. Pasukan Quraisy yang
tertawan dalam perang Badar dibebaskan dengan syarat setiap mereka mengajarkan
baca tulis kepada sepuluh anak- anak muslim. Semenjak saat itu kegiatan
belajar baca tulis dan kegiatan pendidikan lainnya berkembang dengan pesat di
kalangan masyarakat. Ketika Islam telah tersebar
ke seluruh penjuru jazirah Arabia, Nabi mengatur pengiriman guru-guru agama
untuk ditugaskan mengajarkan al-Qur'an kepada masyarakat suku-suku terpencil.
Setelah Nabi menetap di
Madinah kalau dilihat dari strukrur keagamaan dan masyarakatnya yang menunjukan
adanya masyarakat yang plural. Yaitu:
a. Kaum muslimin yang terdiri dari kaum
Muhajirin dan Anshor
b. Kaum yahudi yang terdiri dari bani Nadhir,
bani Quraidhah dan lain-lain
c. Orang-orang munafik
d. Orang-orang penyembah berhala
Disini Nabi membangun struktur
kehidupan ummat yang meliputi semua elemen yang berbeda-beda agama, dan Nabi
berhasil mewujudkan piagam politik yang merupakan langkah strategis. Karena
meletakkan piagam sebagai persatuan hidup bagi seluruh penduduk Madinah dengan
tidak membedakan keturunan, bangsa dan agama. Piagam ini merupakan naskah
politik yang kedudukannya sebagai dustur atau konstitusi Madinah. Piagam ini
mempunyai tiga bagian dan empat puluh tujuh poin. Tiga bagian tersebut, pertama,
khusus berkaitan dengan orang-orang Islam Muhajirin dan Anshor. Kedua,
khusus yang berkaiatan dengan orang-orang Yahudi. Ketiga, meliputi
seluruh penduduk Madinah.[2]
Disini Nabi Muhammad saw tidak
hanya berperan sebagai pembaharu masyarakat, tetapi beliau juga sebagai pendiri
sebuah bangsa yang besar. Pada tahap awal, Nabi berjuang mendirikan sebuah
kebangsaan dengan menyatukan para pemeluknya, lalu beliau merancang sebuah
kekuasaan (imperium) yang dibangun berdasarkan kesepakatan dan kerja sama
berbagai kelompok yang terkait. Pada saat awal ini Nabi berhasil mendirikan
sebuah negara Madinah, yang semula terdiri dari kelompok masyarakat yang
heterogen yang satu sama lainnya saling bermusuhan.
Maka masyarakat Madinah
menjadi bersatu dalam kesatuan negara Madinah. Lalu Nabi Muhammad saw
menyampaikan beberapa ketentuan hukum yang memberlakukan semua kelompok
tersebut dalam kedudukan yang sama, tidak mengenal perbedaan kedudukan karena
nasab, kelas sosial dan lain-lain
Menurut Ahmad Sukardja dalam
karyanya “Piagam Madinah dan Undang-undang dasar 1945” menyatakan bahwa Piagam
Madinah ini adalah konstitusi Negara Madinah yang dibentuk pada masa awal
klasik Islam, tepatnya pada tahun 622M sebagai konstitusi yang dibuat oleh
seorang Negarawan yang berkedudukan sebagai Rasul dengan dibantu oleh para
sahabatnya.[3] Karena Piagam Madinah ini bertujuan untuk mengatur kehidupan bersama antara
sesama ummat dan masyarakat Madinah yang majmuk. Dengan demikian berdasarkan
piagam Madinah yang telah ditetapkan dan di sepakati bersama oleh seluruh
elemen masyarakat Madinah yang majmuk, maka Madinah secara otomatis menjadi
Negara (City State) yang berdaulat, dimana Nabi sebagai pendirinya dan Nabi
dipandang bukan saja sebagi Nabi dan Rasul tetapi pada saat yang sama Nabi
dipandang sebagai kepala Negara.[4]
Dari sinilah terjadi
proklamasi berdirinya Negara Islam, maka secara otomatis pemerintahan Islam
telah dimulai. Dalam konteks ini Munawir Sadjali memberikan tanggapan bahwa
banyak diantara pemimpin dan pakar ilmu politik Islam beranggapan bahwa Piagam
Madinah adalah konstitusi atau undang-undang dasar bagi Negara Islam yang
pertama dan didirikan oleh Nabi di Madinah.[5]
Akan tetapi menurut Said Aqil Siradj,
Nabi Muhammad mendirikan Negara bukan karena Agama, akan tetapi karena hukum
(tamaddun), dan namanya bukan Negara Islam melainkan Negara Madinah. Didalam
piagam madinah, khususnya didalam kitab Al-sirah An-Nabawiyah karangan Abdul
Malik Ibn Hisyam Al-Anshori juz 2 halaman 119-122 menyebutkan: umat islam
pendatang, pribumi dan yahudi asalkan satu cita-cita, sati visi misi, satu
garis perjuangan, karena semuanya itu ummatun wahidun.
Dalam urusan tersebut,
kedudukan Nabi Muhammad saw adalah sebagai kepala pemerintahan. Jadi Nabi
menjabat peran atau fungsi ganda yaitu sebagai fungsi kenabian dan fungsi
kepemerintahan. Sekalipun Nabi menjabat otoritas tertinggi, namun beliau sering
mengajak musyawarah para sahabat untuk memutuskan masalah-masalah penting.
Langkah kebijakan yang pertama kali dilakukan Nabi Muhammad saw di Madinah
adalah membangun masjid, yang dikenal sebagai Masjid Nabawi, yang merupakan
pusat kegiatan pemerintahan Islam. Selain sebagai tempat ibadah, masjid juga
berfungsi untuk kantor pemerintah pusat dan peradilan. Perjanjian dan perjamuan
para delegasi asing, penetapan surat perintah kepada para gubernur dan
pengumpulan pajak diselenggarakan di masjid. Sebagai hakim, Nabi memeriksa dan
memutuskan suatu perkara di masjid.
Nabi Muhammad saw merupakan
orang yang pertama kali memperkenalkan kepada masyarakat Arab sistem pendapatan
dan pembelanjaan pemerintahan. Beliau mendirikan lembaga kekayaan masyarakat di
Madinah. Lima sumber utama pendapatan negara Islam yaitu Zakat, Jizyah
(pajak perorangan), Kharaj (pajak tanah), Ghanimah (hasil
rampasan perang) dan al-Fay' (hasil tanah negara). Zakat
merupakan kewajiban bagi setiap muslim atas harta kekayaan yang berupa binatang
ternak, hasil pertanian, emas, perak, harta perdagangan dan pendapatan lainnya
yang diperoleh seseorang. Jizyah merupakan pajak yang dipungut dari
masyarakat non muslim sebagai
biaya pengganti atas jaminan keamanan jiwa dan harta benda mereka. Penguasa
Islam wajib mengembalikan jizyah jika tidak berhasil menjamin dan
melindungi jiwa dan harta kekayaan masyarakat non muslim. Kharaj merupakan pajak atas kepemilikan tanah yang dipungut kepada
setiap masyarakat non muslim yang
memiliki tanah pertanian. Ghanimah merupakan hasil rampasan perang yang
4/5 dari ghanimah tersebut dibagikan kepada pasukan yang turut berperang
dan sisanya yaitu 1/5 didistribusikan untuk keperluan keluarga Nabi, anak-anak
yatim, fakir miskin dan untuk kepentingan umum masyarakat. al-Fay' pada
umumnya diartikan sebagai tanah-tanah yang berada di wilayah negeri yang
ditaklukkan, kemudian menjadi harta milik negara.[6]
Pada masa Nabi, Negara
mempunyai tanah-tanah pertanian yang luas, yang hasilnya dimanfaatkan untuk
kepentingan umum masyarakat. Nabi Muhammad saw merupakan pimpinan tertinggi
tentara muslim. Beliau turut serta dalam peperangan dan ekspedisi militer.
Bahkan Nabi memimpin beberapa perang besar seperti perang Badar, Uhud, Khandaq,
Hunayn dan dalam penaklukkan kota Makkah. Peperangan dan ekspedisi yang lebih
kecil diserahkan kepada para komandan yang ditunjuk oleh Nabi. Nabi Muhammad
saw selalu mendorong masyarakat untuk giat belajar.
Perjalanan pemerintahan Islam
Madinah yang dibangun Nabi Saw. mengingatkan kepada umat Islam untuk melihat
kembali realitas pemerintahan yang ada di Indonesia. Sampai saat ini Negara
Indonesia dikenal sebagai negara, yang diklaim oleh para pengamat adalah
memiliki sistem pemerintahan yang demokratis. Tetapi di satu sisi perlu
diketahui, dari hasil pembacaan realitas perjalanan pemerintahan Negara
Indonesia selama kemerdekaannya, sesungguhnya belum mendapat prestasi besar di
hadapan publiknya dan dunia Internasional dalam menegakkan keadilan, dimana
keadilan adalah indikator utama adanya demokrasitisasi dalam sebuah Negara.
Pemerintah yang seharusnya menjadi pelayan rakyat, terbalik menjadi penindas
hak-hak rakyat. Supremasi hukum yang semestinya menjadi tata aturan yang
melindungi dan membela harkat dan martabat bangsa, ternyata dijadikan alat
politik untuk melindungi kekuasaan.
1. bukti-bukti
dalam pemerintaha Nabi Muhammad SAW
a. bukti sejarah 1: Baiat Aqabah I dan
II
pada
tahun kesebelan masa kenabian , terjadi suatu peristiwa yang tampaknya
sederhana tetapi kemudian ternyata merupakan titik awal lahirnya suatu era baru
bagi islam dan juga bagi dunia .kejadian tersebut adalah perjumpaan nabi di
aqabah dengan enam orang dari suku khazaraj,yatsrib, yang datang ke makkah
untuk berhaji . sebagai hasil perjumpaan ,enam orang dari yatsrib tersebut
masuk islam dengan memberikan kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan
bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah
. sementara itu kepada nabi mereka menyatakan bahwa kehidpan di yatsrib selalu
dikecam oleh permusuhan antar suku ,
khususnya antara suku khazaraj dan Aus , mereka mengharap semoga Allah
mempersatukan dan merukunkan suku-suku yang selalu bermusuhan itu melalui Nabi
.mereka juga berjanji akan mengajak penduduk yatsrib untuk masuk islam
(Sjadzali,1998:8).
Pada
musim haji tahun kedua belas masa kenabian ,dua belas orang laki-laki dari
yatsrib menemui Nabi di tempat yang sama ,aqabah. Mereka selalu mengaki
kerasulan Nabi, masuk islam ,juga berbaiat atau berjanji kepada nabi bahwa
mereka tidak akan mempersatukan Allah,tidak akan mencuri,tidak akan berbuat
zina ,tidak akan berbohongdan tidak akan mengkhianati Nabi.baiat ini dikenal
dalam sejarah sebagai Baiat Aqabah I.
Kemudian
pada musim haji berikutnya sebanyak tujuh puluh tiga pendudukyatsrib yang sudah
memeluk agama islam berkunjung ke makkah .mereka mengundang nabi muhammad untuk
hijrah keyatsrib dan menyatakan lagi pengakuan mereka bahwa nabi Muhammad dalah
nabi dan pemimpin mereka. Nabi menemui tamu-tamunya itu di tempat yang sama
yaitu di aqabah.nabi berjanji akan berjuang bersama mereka baikuntuk berperang
maupun untuk perdamaian .nabi dan mereka adalahsatu.baiat ini kemudian dikenal
sebagai Baiat Aqabah II.[7]
Dari
peristiwa baiat aqabah Idan II tersebut menunjukan fakta bahwa antara nabi dan
penduduk yatsrib telah terjadi “pakta persekutuan “ atau “kontrak social” dalam
pengertian ilmu politik .kedua belah pihak telah mencapai kesepakatan supaya
saling menjaga dan melindungi keselamatan bersama dan oleh karna itu ,peristiwa
kedua tersebut “ dianggap sebagai
batu-batu pertama bagi bangunan Negara Islam”.
a. Bukti ke-2 : Hijrah dari mekkah ke
madinah sebagai strategi konsolidasi politik.
Peristiwa
hijrah Nabi Muhammad direkam dalam wahyu,dan memuji mereka yang berhijrah
(QS.2:28 dan QS.16: 41,10). Menurut Thomas W Arnold (1965:23) dalam pulungan
(1997:79) peristiwa hijrah ini dinilai sebagai “suatu gerakan strategi yang
jitu”. Suatu gerakan yang menyelamatkan kaum muslimin agar terbebas dari
tindakan sewenang –wenang kaum quraisy. Ia juga merupaka reaksi terhadap fakta social
keadaan masyarakat arab makkah yang mayoritas menolak islam ,dan merespon
terhadap fakta social keadaan masyarakat
arab madinah secara terbuka menerima
seruan Rasul kepada islam.peristiwa hijrah ini merupakan upaya “strategi
konsolidasi politik “ dari posisi powerless menjadi power full dengan merubah
strategi pendekatan dari sosial-kultural menjadi sosial politik. Hal tersebut
ditandai dengan aktivitas Nabi yang menetap di yatsrib yang kemudian dirubah
menjadi kota madinah .aktivitas Nabi yang pertama dan yang paliutama adalah
mendirikan masjid quba ,dan menata kehidupan social politik masyarakat madinah
yang majemuk sebagai bentuk nyata konsolidasi politik . pembangunanmasjid dari
segi agama berfungsi sebagai tempat beribadah kepada Allah , sedangkan dari
segi social berfungsi sebagai tempat untuk mendalami ajaran islam ,pusat
pengembangan sosial budaya ,pendidikan, tempat bermusyawarah atas berbagai
persoalan keutamaan,bahkan sebagai markaz tentaradan sebagainya.[8]
Aktivitas
kedua yaitu konsolidasi politik masyarakat madinah yang masyarakatnya majemuk.
Setelah nabi hijrah ke madinah masyarakat madinah secara umum dapat
dikategorisasikan menjadi empat golongan ,yaitu kaum muhajirin, kaum
anshor,kaum komunitas yahudi,kaum pagan atau badui madinah.untuk konsolidasi
politik masyarakat majemuk tersebut,Nabi muhammad menggunakan dua cara yaitu
pertama menata kehidupan internkaum muslim dengan jalam mempersatukan antara
kaum muhajirin dengan kaum anshor atas dasar ikatan agama (keimanan) sebagai
umat islam .[9]
Strategi
kedua adalah mempersatukan antara umat islam dan kaum yahudi serta penduduk
kota madinah lainya melalui perjanjian tertulis yang disebut piagam madinah.
Strategi
yang kedua ini ,menunjukan bahwa Nabi mampu mengkonsolidasi semua kekuatan
politik yang ada di madinah menjadi kekuatan yang mendukung visi dan misi
kenabian Muhammad. Inilah fakta sejarah menunjukan bukti Nabi Muhammad sebagai
pemimpin umat yang menjadikan peristiwa hijrah sebagai strategi konsolidasi
politik.
b.
Bukti
3: piagam madinah sebagai konstitusi Negara Madinah.
Pagiam
madinah sebagai sebuah perjanjian luhur antara Nbi dengan seluruh penduduk
Madinah yang majemuk oleh para pakar ilmu politik dianggap sebagai konstitusi
atau undang-undang dasar bagi Negara Islam yang pertama dan yang didirikan oleh
Nabi di madinah. Konstitusi dalam pandangan pakar ketatanegaraan adalah hal-hal fundamental
terbentuknya Negara,berupa hukum dasar.
Menurut
Munawir Sjadzali (1993: 15-16) isi kandungan piagam madinah sebagai landasan
bagi kehidupan bernegara untuk masyarakat majemuk dimadinah adalah : pertama
semua pemeluk islam ,meskipun berasal dari banyak suku tetapi merupakan satu
komunitas, kedua hubungan antara sesama komunitas islam dengan anggota
komunitas lainya didasarkan atas prinsip-prinsip sebagai berikut : a)
bertentangga baik, b) saling membantu dalam menghadapi musuh bersama , c)
membela mereka yang teraniaya , d) saling menasehati dan, e) menghormati
kebebasan beragama , ketiga suatu hal yang patut dicatat bahwa piagam madinah
tidak menyebutagama Negara.
Sedangkan
menurut sayuti pulugan (1995:85-86) naslkah piagam madinah mengandung beberapa
prinsip yaitu : a.) prinsip orang muslim dan orang mukmin ,b.) prinsip
persatuan dan persaudaraan , c.) prinsip persamaan, d) prinsip kebebasan, e.) prinsip
tolong-menolong dan membela yang teraniaya ,f) prinsip hidup bertetangga ,g.)
prinsip keadilan ,h.) prinsip amar makruf nahi munkar, i) prinsip
kepemimpinan,j.) prinsptanggung jawab , dan prinsip ketakwaan dan ketaatan.
c.
Bukti
4: konsultasi publik : kegemaran Nabi
bermusyawarah.
Peristiwa
yang menunjukan bahwa nabi senang mengadakan musyawarah dengan para sahabat
,seperti ketika menghadapi perang badar ,perlakuanterhadap tawanan perang
,perang uhud, khandaq, perjanjian hudaibiyah dan lain sebagainya.nabi selalu
mengajak sahabat untukmenyelesaikan masalah-masalah sosial politik yang
dihadapi dan beliau mentolerir adanya perbedaan pendapat diantara mereka .
sedangkan mekanisme pengambilan keputusan terkadang mengikuti pendapat
mayoritas meski bertentangandengan pendapat beliau sendiri tanpa lebih dahulu
berkonsultasi dengan sahabat.
Kenyataan
tersebut mengandung artibahwa Al-Qur’an maupun sunah nabi memberikan kebebasan
kepada umat islam untuk menentukan
bentuk dan sistem musyawarah serta mekanismenya sesuai dengan tuntunan zaman
dan kebutuhan mereka. Yang penting dalam
melakukan musyawarah berpegang teguh pada prinsipajaran islam yaitu kebebasan , persamaan , dan keadilan.[10]
d.
Bukti
5: Tugas pemerintah : Fungsi Legislatif,
Eksekutif dan Yudikatif.
Praktekpemerintah
yang dilakukan nabi muhammad sebagai
kepala negara tampak dalam tugas-tugas sehari-hari , sepertiterlihat dalam
piagam madinah beliau diakui sebagai pemimpin tertinggi ,yang berarti pemegang
kekuasaan legislatif,eksekutif dan yudikatif.
Praktek
pemerintahan nabi dibidang hukum adalah kedudukan beliau sebagai hakam untuk
menyelesaikan perselisihanyang timbul dikalangan masyarakat madinah dan
menetapkan hukum terhadap pelanggar perjanjian. [11]
e.
Bukti
6: Hubungan Internasional.
Dalam
praktek hubungan internasional , nabi mengadakan hubungan dengan
penguasa-penguasa yang ada dijazirah arab dengan mengutus utusan beliau
mengirim surat-surat (diplomasi) kepada kaisar romawi , kisra persia, penguasa
mesir, penguasa bahrain, penguasa basrah dan sebagainya. Dalam isi surat
tersebut ditujukan untuktujuh pendakwah, mengajak mereka kepada islam dan
antara negara madinah dan negara-negara tersebut belum terjadi pada tingkat
hubungan diplomatik seperti yang dikenal sekarang argar tercipta hubungan damai
, adal arti agar para penguasa dapat menerima kehadiran islam diwilayah
kekuasaan mereka.dan ini dapat disebut sebagai “politik dakwah nabi” dalam
rangka syair islam .[12]
f.
Bukti
7: terpenuhinya Unsur-unsur Negara.
Negara
madinah yang dipimpin oleh nabi dapat dikataka sebagai negara ,karena dipandang
dari sudut pandang ilmu politik syarat berdirinya sebuah negara itu mempunyai
wilayah,penduduk dan pemerintahan. (Budiardj, 1989:44). Bberapa bukti diatas
menunjukan bahwa nabi menjalankan tugas-tugas sebagai seorang kepala negara.
Hal ini juga diakui oleh Montgomery Watt (1964: 225) yang menyatakan bahwa Nabi
Muhammad telah membentuk sebuah persekutuan masyarakat yang terdiri atas
beberapa suku menjadi sebuah masyarakat politik sebagai rakyat madinah dan Nabi
sebagai pemimpinnya. Hal yang sama juga dikatakan oleh Philip K. Hitti (1974:
121) yang menyatakan bahwa nabi muhammad dalah seorang kepala negara ,disamping
sebagai seorang Rasul, yang membentuk masyarakat keagamaan yang bukan
berdasarkan ikatan darah sebagai sebuah negara madinah.
Prinsip-Prinsip Pemerintahan Nabi
Muhammad SAW
Seorang
pemimpin dinilai bagaimana dia bersikap dan bertindak dalam
kepemimpinannya. Salah satu yang terpenting adalah kemampuan seorang
pemimpin dalam mengambil keputusan dan membuat kebijakan, efektifitas sebuah
kebijakan dan bagaimana dampak atas kebijakan tersebut. Sebuah keputusan lahir
dari sebuah proses berpikir. Bermula dari cara pandang seseorang dalam
menilai sesuatu yang kemudian berpengaruh terhadap cara berpikirnya. Cara
berpikir yang dilandasi cara pandang tadi akan menjadi penentu, tepat atau
tidaknya keputusan seorang pemimpin dalam mengambil kebijakan. Kebijakan
seorang pemimpin seringkali berpengaruh terhadap banyak orang dan ruang lingkup
serta waktu yang lebih luas. Kesalahan dalam mengambil sebuah keputusan
dalam memilih sebuah kebijakan akan berujung pada kegagalan suatu program atau
bahkan kehancuran sebuah negara dan bangsa.[13]
Cara
berpikir Muhammad saw yang lurus terlahir dari cara pandangnya yang juga lurus
terhadap hidup dan kehidupan ini. Cara berpikir yang lurus tadi
menghasilkan sebuah keputusan yang tepat sekaligus dapat diterima semua pihak.
1.
Beliau menomersatukan
fungsi sebagai landasan dalam memilih orang atau suatu bukan penampilan,atau
faktor-faktor luar lainnya.
2.
Beliau mengutamakan
segi kemanfaatan dari pada kesia-siaan.
3.
Beliau mendahulukan
yang lebih mendesak daripada yang bisa ditunda.
4.
Beliau lebih
mementingkan orang lain dari pada dirinya sendiri.
5.
Beliau memilih jalan
yang sukar untuk dirinya dan termudah untuk umatnya.
6.
Beliau lebih
mendahulukan tujuan akhirat daripada duniawi.[14]
Faktor-faktor keberhasilan
kepemimpinan Nabi Muhammad Saw
Pertama
, kualitas moral-personal yang prima, yang dapat disederhanakan menjadi empat
sebagai sifat wajib bagi Rasul, yakni:
siddiq,
amanah, tabligh, dan fahtanah: jujur, dapat dipercaya, menyampaikan apa adanya,
dan cerdas. Keempat sifat ini membentuk dasar keyakinan umat Islam tentang
kepribadian Rasul saw.
Kehidupan
Muhammad sejak awal hingga akhir memang senantiasa dihiasi oleh sifat-sifat
mulia ini. Bahkan sebelum diangkat menjadi Rasul, ia telah memperoleh gelar
al-Amin (yang sangat dipercaya) dari masyarakat pagan Makkah.Kedua , Integritas. Integritas juga
menjadi bagian penting dari kepribadian Rasul Saw. yang telah membuatnya
berhasil dalam mencapai tujuan risalahnya. Integritas personalnya sedemikian
kuat sehingga tak ada yang bisa mengalihkannya dari apapun yang menjadi
tujuannya.
Ketiga,
kesamaan di depan hukum. Prinsip kesetaraan di depan hukum merupakan salah satu
dasar terpenting.
Keempat
, Penerapan pola hubungan egaliter dan akrab. Salah satu fakta menarik tentang
nilai-nilai manajerial kepemimpinan Rasul saw. adalah penggunaan konsep sahabat
(bukan murid, staff, pembantu, anak buah, anggota, rakyat, atau hamba) untuk
menggambarkan pola hubungan antara beliau sebagai pemimpin dengan orang-orang
yang berada di bawah kepemimpinannya. Sahabat dengan jelas mengandung makna
kedekatan dan keakraban serta kesetaraan.
Kelima
, kecakapan membaca kondisi dan merancang strategi. Keberhasilan Muhammad saw.
sebagai seorang pemimpin tak lepas dari kecakapannya membaca situasi dan
kondisi yang dihadapinya, serta merancang strategi yang sesuai untuk
diterapkan. Model dakwah rahasia yang diterapkan selama periode Makkah kemudian
dirubah menjadi model terbuka setelah di Madinah, mengikuti keadaan lapangan.
Keberhasilan Rasul saw. dan para sahabatnya dalam perang Badr jelas-jelas
berkaitan dengan penerapan sebuah strategi yang jitu.
Keenam
, tidak mengambil kesempatan dari kedudukan. Rasul Saw. wafat tanpa
meninggalkan warisan material. Sebuah riwayat malah menyatakan bahwa beliau
berdoa untuk mati dan berbangkit di akhirat bersama dengan orang-orang miskin.
Jabatan sebagai pemimpin bukanlah sebuah mesin untuk memperkaya diri. Sikap
inilah yang membuat para sahabat rela memberikan semuanya untuk perjuangan
tanpa perduli dengan kekayaannya, sebab mereka tidak pernah melihat Rasul saw.
mencoba memperkaya diri.
Kesederhanaan
menjadi trade mark kepemimpinan Rasul saw. yang mengingatkan kita pada sebuah
kisah tentang Umar ibn al-Khattab. Seseorang dari Mesir datang ke Madinah ingin
bertemu dan mengadukan persoalan kepada khalifah Umar ra. Orang tersebut
benar-benar terkejut ketika menjumpai sang khalifah duduk dengan santai di
bawah sebatang kurma.[15]
Ketujuh,
visioner futuristic. Sejumlah hadits menunjukkan bahwa Rasul SAW. adalah
seorang pemimpin yang visioner, berfikir demi masa depan (sustainable). Meski
tidak mungkin merumuskan alur argumentasi yang digunakan olehnya, tetapi banyak
hadits Rasul saw. yang dimulai dengan kata "akan datang suatu masa",
lalu diikuti sebuah deskripsi berkenaan dengan persoalan tertentu. Kini, setelah
sekian abad berlalu, banyak dari deskripsi hadits tersebut yang telah mulai
terlihat dalam realitas nyata.
Kedelapan,
menjadi prototipe bagi seluruh prinsip dan ajarannya. Pribadi Rasul Saw.
benar-benar mengandung cita-cita dan sekaligus proses panjang upaya pencapaian
cita-cita tersebut. Beliau adalah personifikasi dari misinya. Terkadang kita
lupa bahwa kegagalan sangat mudah terjadi manakala kehidupan seorang pemimpin
tidak mencerminkan cita-cita yang diikrarkannya. Sebagaimana sudah disebut di
atas, Rasul saw. selalu menjadi contoh bagi apa pun yang ia anjurkan kepada
orang-orang di sekitarnya.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada
materi tersebut dapat disimpulkan bahwa pada masa pemerintahan Nabi Muhammad
SAW,merupakan awal terbentuknya negara islam yang mana Rasulullah sebagai
pendiri dan sebagi pemimpinnya selain itu dalam masa pemerintahan Nabi Muhammad
, beliau juga telah memberikan berbagai hal-hal teladan bagi kita dan berbagai
bukti serta prinsip-prinsip yang dapat kita jadikan suatu pembelajarn bagi kita
semua dalam mengambil suatu keputusan dan dalam memimpin suatu negara sesuai
syariat agama islam.
Kritik dan Saran
Dengan
memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang dengan rahmat dan hidayahNya
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan
masih jauh dari kata sempurna, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya
rujukan atau referensi yang terkait dengan judul makalah ini.
Oleh karena itu, kritik dan saran
serta masukan yang membangun senantiasa kami harapkan dan semoga kita bisa
mengambil hikmah dan pembelajaran kali ini. Amin. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi penyusunnya lebih-lebih kepada pembacanya.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali, Sirajuddin, Pemikiran Politik Islam Klasik (Diktat Studi Pemikiran
Politik Islam), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006
Ahmad Al- Usairy ,sejarah islam sejak zaman
nabihingga abad 20, akbar media 2009
Nasution,
Harun, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI-Press, 1985
Sadjali, Munawir, Islam Dan Tata Negara,
(Ajaran, Sejarah, Pemikiran), jakarta: UI-Press, 1990
Sukardja, Ahmad, Piagam
Madinah dan Undang-undang Dasar 1945, (Kajian Perbandingan Tentang Dasar Hidup Bersama Dalam Masyarakat Yang Majmuk), Jakarta; UI-Press, 1995
syamsudin,Nur,
Fiqh siyasah,semarang:CV Karya Abadi
Jaya,2015
[1]
Sirajuddin
Ali, Pemikiran Politik Islam Klasik (Diktat Studi Pemikiran Politik Islam), UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006, hal:06
[2]
Sirajuddin
Ali, Pemikiran Politik Islam Klasik (Diktat Studi Pemikiran Politik Islam), UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006, hal:11
[3]
Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-undang dasar 1945, (Kajian
Perbandingan Tentang Dasar Hidup Bersama Dalam Masyarakat Yang Majmuk),
Jakarta; UI-Press, 1995, hal:05
[4] Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI-Press,
1985, jilid 1, hal: 22
[5] Munawir Sadjali, Islam Dan Tata Negara, (Ajaran, Sejarah, Pemikiran), jakarta:
UI-Press, 1990, h. 10
[6] Said Aqil Siradj dalam stadium
general di Malhilaul Falah, pati, 12 Oktober 2005
[7] Drs.H.Nur syamsudin,M.A,Fiqh siyasah,semarang:CV Karya Abadi Jaya,2015,hal:02
[8] Drs.H.Nur syamsudin,M.A,Fiqh siyasah,semarang:CV Karya Abadi Jaya,2015,hal:04
[9] Drs.H.Nur syamsudin,M.A,Fiqh siyasah,semarang:CV Karya Abadi Jaya,2015,hal:05
[10] Drs.H.Nur
syamsudin,M.A,Fiqh siyasah,semarang:CV Karya Abadi Jaya,2015,hal:11
[11] Drs.H.Nur syamsudin,M.A,Fiqh
siyasah,semarang:CV Karya Abadi Jaya,2015,hal:13
[12] Drs.H.Nur syamsudin,M.A,Fiqh siyasah,semarang:CV Karya Abadi Jaya,2015,hal:14
[15] http://ilmutuhan.blogspot.co.id/2011/03/pemerintahan-nabi-muhammad-saw.html,pukul:9:48, 16/09/2016.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar